Dari fobia jarum suntik hingga kecoak terbang: Mengapa bisa terjadi dan bagaimana cara mengatasinya?
Jika bergidik ngeri melihat kecoak terbang, tenang saja, kamu tidak sendirian. Lantas, mengapa ketakutan irasional ini bisa terjadi?

(Photo: iStock/sevendeman)
SINGAPURA: Apa yang paling ditakuti oleh kebanyakan orang? Sesuatu yang bisa membuat jantung berdebar, berkeringat dingin dan napas terengah-engah?
Menurut para ahli yang saya tanyai, ada berbagai macam hal yang ditakuti orang, mulai dari kuman dan jarum suntik hingga ketakutan yang situasional, seperti cemas jika berada di keramaian, takut ketinggian, gelisah di ruang tertutup, dan terbang dengan pesawat.
Mungkin sebagian dari kita yang tumbuh di tahun 1980-an punya ketakutan yang tidak masuk akal terhadap kupu-kupu karena terlalu sering menonton film horor.
Sumber ketakutan di perkotaan lebih banyak lagi ketika kita tumbuh dewasa... tokek di rumah yang entah muncul dari mana, bebunyian di tirai jendela yang bikin waswas, atau serangga yang harus kita usir. Dan yang paling mengerikan: Kecoa terbang dengan suara kepak sayapnya yang memekakkan telinga. Tamat sudah.

KENAPA KITA BISA KETAKUTAN?
Tidak peduli berapa usiamu. Ketakutan yang tidak masuk akal, atau yang oleh Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental -- buku panduan para psikolog -- disebut sebagai fobia, terasa sangat nyata sampai-sampai jantung rasanya seperti ingin copot. Ketakutan yang tidak masuk akal ini dapat membuat kamu berkelakuan irasional juga.
Misalnya, seorang pria dewasa yang saya kenal sangat takut pada boneka (mulai dari Polly Pocket sampai Barbie) sehingga dia menolak untuk
masuk ke gerai Toys R Us. Mantan rekan kerja saya akan berkeringat dingin ketika melihat ular, bahkan jika itu hanya gambar di internet. Dan saya pernah memaksa pasangan saya untuk pulang ke rumah di tengah pekerjaannya hanya untuk mengusir belalang sembah.
Membuat pasanganmu terancam dipecat hanya satu dari berbagai konsekuensi yang muncul dari fobia. Masalah lain yang mungkin timbul bisa lebih serius. "Fobia pada jarum suntik bisa jadi masalah besar bagi pasien yang perlu menjalani kemoterapi atau vaksinasi COVID-19," kata Koh Xin Yu, psikolog senior di tim psikolog Departemen Psikologi Kedokteran, National University Hospital, Singapura.

"Klaustrofobia memengaruhi pasien yang membutuhkan pemindaian MRI untuk diagnosis dan perawatan, serta pada keperluan transportasi mereka. Orang-orang dengan fobia sosial seringkali menjadi sangat tertekan ketika mereka tidak dapat membuat presentasi atau berbicara saat rapat."
Tapi harus kita sadari bahwa rasa takut itu penting. Rasa takut menjaga kita dari pemangsa atau mencegah kita terjatuh hingga tewas.
"Ketakutan normalnya adalah sebuah pengalaman universal. Manusia telah berevolusi untuk bereaksi dengan rasa takut ketika dihadapkan bahaya, karena rasa takut ini telah membantu kita untuk tetap aman," kata dr. Lim Boon Leng, psikiater di Rumah Sakit Gleneagles.

"Sebaliknya, fobia adalah jenis gangguan kecemasan yang membuat seseorang memiliki rasa takut yang tidak rasional dan ekstrem terhadap situasi atau objek tertentu. Orang yang menderitanya akan berusaha keras untuk menghindari pemicu fobia. Ketika terpapar situasi atau objek tersebut, orang itu akan bereaksi dengan kecemasan yang parah dan keinginan untuk melarikan diri yang kuat," kata dr. Lim.
MENGAPA SEBUAH OBJEK MEMBUAT KITA TAKUT?
Saya selalu kagum pada mereka yang bisa menangkap kecoak dengan tangan kosong lalu membuangnya begitu saja -- tidak jijik pada geliat kaki-kaki kecil, kedut antena, atau sayap mereka yang bergerak-gerak. Pernah suatu kali ketika saya sedang berbincang dengan seorang editor, hewan mengerikan itu hinggap di rambutnya yang panjang. Dengan santai dia mengambil dan membuangnya, seolah itu cuma ujung rambut yang patah, lalu melanjutkan berbicara tanpa jeda. Sementara saya, hampir pingsan.
Apakah ada sesuatu yang kurang dari otak atau DNA saya? "Fobia adalah ketakutan irasional yang kompleks dan tertanam kuat yang kemungkinan besar disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor, termasuk respons otomatis otak yang kuat, respons yang terkondisi akibat trauma, kesalahan berpikir, pengaruh genetik dan budaya," kata dr. Lim.
Seperti halnya menghafal tabel perkalian, sebagian besar fobia juga muncul karena dipelajari, kata Koh. "Beberapa orang mungkin mengalami peristiwa traumatis yang memicu perkembangan fobia. Ada juga orang-orang yang mengaku fobia mereka berkembang melalui pembelajaran atas pengalaman traumatis orang lain."
Sebagai contoh, kata dr. Lim, ketika seseorang mengalami situasi nyaris mati di keramaian yang penuh sesak, dia mungkin akan mengembangkan fobia pada tempat ramai. "Seorang anak yang melihat orang dewasa takut serangga akan secara keliru menganggap serangga itu berbahaya, yang akhirnya memicu perkembangan fobia."
BISAKAH KITA MENGHILANGKAN FOBIA?
Kebanyakan orang yang menderita fobia sadar bahwa ketakutan mereka tidak rasional, kata dr. Lim. Dan bukan cuma itu saja.
"Fobia tertentu sangat terkait dengan penyakit kesehatan mental lainnya," katanya. "Sekitar 60 persen orang dengan fobia sejak lama memiliki penyakit mental lain seperti depresi, gangguan kecemasan, gangguan stres pasca-trauma, dan gangguan obsesif kompulsif."
Jadi, menghilangkan fobia tidak sesederhana merasionalisasi ketakutan itu sendiri, kata dr. Lim. "Seringkali membutuhkan perawatan efektif yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi khusus seseorang." Jika fobia mulai memengaruhi hidup kamu, sebaiknya temui dokter untuk meminta bantuan.

Secara umum, kata Koh, terapi yang disarankan adalah terapi paparan yang melibatkan paparan secara aman dan terkendali terhadap objek atau situasi yang memicu ketakutan. "Ini membantu pasien belajar bahwa benda atau situasi yang ditakuti tidak seseram yang mereka pikirkan, dan dapat membantu mereka mengatasi ketakutan mereka," katanya.
Contoh terapi paparan, jika kamu takut naik lift, maka bisa mulai dengan hanya membayangkan masuk ke dalamnya. Selanjutnya, kamu bisa melihat gambar lift dan tingkatkan terus secara bertahap hingga benar-benar masuk ke dalamnya. Ketika sudah merasa nyaman dengan semua itu, kamu bisa naik satu lantai dengan lift, lalu ditingkatkan menjadi beberapa lantai, dan akhirnya, naik lift yang penuh.
Dalam beberapa kasus, obat-obatan seperti selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) juga dapat diresepkan untuk membantu mengatasi gejala, kata dr. Lim.
Baca artikel ini dalam bahasa Inggris di sini.