Ondel-ondel riwayatmu kini: Dulu dianggap sakral, kini dipakai mengamen

JAKARTA: Di bawah teriknya sengatan matahari pada tepi jalan sebuah permukiman di Jakarta Pusat, para pengrajin dengan terampil menganyam bilah-bilah bambu untuk membuat boneka-boneka raksasa.
Dikenal dengan nama ondel-ondel, boneka ini adalah simbol dari kebudayaan Betawi.
Di wilayah Pasar Gaplok, Kramat Pulo, puluhan ondel-ondel berjajar di sisi jalan dan di depan rumah-rumah warga.
Wilayah yang dijuluki Kampung Ondel-ondel itu memang merupakan pusat kesenian tradisional Betawi.

Sebelumnya ondel-ondel adalah benda yang sakral, namun kini lebih banyak digunakan untuk pertunjukan dan identik dengan pawai dalam peringatan ulang tahun Jakarta yang jatuh pada tanggal 22 Juni.
Dalam penampilannya, ondel-ondel digerakkan dari dalam oleh seorang pemain - biasanya seorang pria yang mampu menopang bobot ondel-ondel - dan diiringi alunan musik.

Di Studio Betawi Mamit CS, Kampung Ondel-ondel, Abdul Halif, seorang pengrajin berusia 39 tahun, membuat boneka itu dengan sangat teliti.
Ayahnya mendirikan studio itu pada 1984.
"Kami selalu bilang, 'kalau orang China punya Barongsai, orang Betawi punya Barongan'. Tapi sejak lagu Benyamin Sueb berjudul Ondel-Ondel keluar, orang-orang jadi menyebutnya ondel-ondel," kata Abdul Halif.
Barongsai adalah pertunjukan seni tari tradisional China yang menggunakan sarung menyerupai singa.
Untuk membuat ondel-ondel, Abdul menggunakan bahan-bahan seperti kawat, tali rafia, bambu, fiberglass, dan juga kain.
"Kalau mataharinya tidak terlalu menyengat, butuh waktu lima hari untuk menyelesaikan satu topeng ondel-ondel," kata dia, merujuk kepada proses pembuatan topeng ondel-ondel yang harus dikeringkan di bawah matahari.

Topeng ondel-ondel sebelumnya berbahan kayu, tapi sekarang dari fiberglass yang dibuat dengan cetakan khusus. Dalam pembuatan topeng ondel-ondel, beberapa proses harus dilalui terlebih dulu sebelum akhirnya diwarnai dengan cat minyak sesuai dengan karakternya, perempuan atau laki-laki.

Baca:

Abdul menambahkan, agar lebih tampak seperti manusia, ondel-ondel dipakaikan baju yang menutupi rangka tubuhnya yang terbuat dari bilah-bilah bambu.
Dari awal hingga selesai, Abdul mengatakan butuh waktu rata-rata 12 hari untuk membuat sepasang ondel-ondel.



Yahya Andi Saputra, 61, tokoh adat Betawi, berkata kepada CNA bahwa ondel-ondel di masa lalu dianggap sakral karena digunakan untuk menolak bala dan bagian dari ritual masyarakat Betawi.
"Contohnya, jika (ada yang sakit), tetua desa akan memanggil grup ondel-ondel untuk melakukan ritual 'ngukup' dengan membaca doa dan membakar kemenyan untuk mengusir energi negatif," kata Yahya.
Tapi sekarang, Saputra mengatakan beberapa studio hanya menampilkan ondel-ondel sebagai sebuah seni pertunjukan. Beberapa penampilnya bahkan menjadikan ondel-ondel sebagai alat untuk mengamen demi mendapat uang tambahan.
"Yang berubah itu kita. Budaya nggak berubah. Orang-orang sekarang nggak percaya hal-hal seperti itu karena nggak ilmiah," kata Saputra, yang mengatakan pentingnya peran ondel-ondel pada tradisi budaya masa lampau.


Pengrajin ondel-ondel, Abdul Halif, mengatakan para penampil terpaksa menggunakan ondel-ondel untuk mengamen di jalanan demi memenuhi kebutuhan ekonomi.
Menurut Abdul, selain pada momen tahun baru dan ulang tahun jakarta, panggilan untuk tampil sekarang sudah sangat jarang.


Biasanya Juni adalah saat-saat tersibuk bagi pengrajin dan penampil ondel-ondel, karena banyak acara yang digelar untuk memperingati ulang tahun Jakarta.
Setiap minggunya selalu ada saja permintaan untuk tampil, dan pesanan ondel-ondel juga meningkat.
Walau Indonesia berencana memindahkan ibukota Jakarta ke Nusantara tahun depan, namun Abdul yakin ulang tahun Jakarta masih akan diperingati dengan meriah.
"Saya kira permintaan untuk ondel-ondel tidak akan berkurang karena itu. Justru saya yakin akan terus ramai," kata dia.

Baca artikel ini dalam Bahasa Inggris.
Baca juga artikel Bahasa Indonesia ini mengenai redupnya pesona observatorium tertua di Indonesia karena polusi cahaya.
Ikuti CNA di Facebook dan Twitter untuk lebih banyak artikel.