Cuaca panas di Singapura berpotensi membahayakan industri pariwisatanya
Untuk mengurangi dampak cuaca panas tersebut, tempat-tempat wisata berinisiatif menyediakan tempat teduh untuk para pengunjung.

SINGAPURA: Para ahli memperingatkan bahwa kondisi cuaca Singapura yang semakin panas dan lembab dapat mengurangi daya tarik wisatawan untuk mengunjungi negara tersebut.
Prediksi terbaru dari National Climate Change Study menunjukkan bahwa Singapura akan sering mengalami musim yang semakin memanas, disusul dengan musim kemarau dan hujan yang ekstrim.
Para analis mengatakan bahwa semua ini dapat memengaruhi jenis aktivitas dan wisata yang ditawarkan, dan bisa menurunkan semangat wisatawan untuk mengunjungi negara tropis tersebut.
"Jika suhu terus meningkat dan tingkat kelembapan udara relatif tinggi, (akan ada saatnya) orang-orang tidak lagi dapat bertahan lama-lama di bawah sinar matahari dan pergerakan menjadi lebih terbatas," kata Profesor Abishek Bhati, dekan kampus James Cook University di Singapura.
"Jika curah hujan meningkat, tentunya wisatawan tidak akan terdorong untuk pergi keluar mengunjungi destinasi wisata yang cerah dan terang," tambahnya. "Jadi jika Singapura tidak bisa menawarkan apa yang wisatawan cari, mereka akan mulai mencari tempat yang lebih baik di tempat lain."
CUACA PANAS BEBERAPA HARI KE DEPAN
Sebuah penelitian terbaru dari Center of Climate Research Singapura yang baru saja terbit pada bulan ini menunjukkan bahwa suhu rata-rata di negara tersebut dapat naik antara 0,6 hingga 5 derajat Celsius menjelang akhir abad ini. Angka ini bergantung pada seberapa tinggi jumlah emisi karbon di tingkat global.
Gelombang panas akan sering terjadi dengan puncak suhu mencapai lebih dari 35 derajat Celsius.
Bagi wisatawan yang suka berada di ruang terbuka, cuaca panas dapat mengganggu pengalaman di ruang terbuka di Singapura, seperti di Mandai Wildlife Reserve.
"Bayangkan saja Anda pergi melihat singa laut atau harimau, tapi hewan-hewan ini tidak pernah keluar, mereka selalu begitu (berlindung di tempat teduh) karena cuaca terlalu panas. Sebagai wisatawan, Anda tidak lagi menikmati kebun binatang terbuka seperti yang Anda harapkan," ujar Profesor Bhati, yang juga merupakan wakil presiden regional di International Tourism Studies Association.
Tonton bagaimana cuaca panas berpotensi bahayakan pariwisata Singapura:
Budaya jajan di Singapura juga terancam berkurang jika suhu terlalu panas hingga mengusik kenikmatan menyantap makanan di luar ruangan.
"Tempat makan seperti Alfresco mengambil langkah mitigasi untuk meningkatkan daya tarik mereka. Nantinya, akan ada sedikit tempat makan terbuka. Semua dipindah ke dalam ruangan ber-AC," kata Profesor Bhati.
Dengan panas yang semakin tinggi, pengunjung di sepanjang jalur perbelanjaan seperti Orchard Road cenderung berjalan di sekitar area tertutup. Hal itu tentunya akan mengubah bagaimana pusat perbelanjaan menyesuaikan sistem pendinginan mereka.
"Semakin banyak orang di dalam ruangan, semakin keras AC tersebut bekerja. Perlu lebih banyak sistem pendinginan yang dipasang di berbagai pusat perbelanjaan," kata Profesor Bhati.
NAIKNYA PERMUKAAN LAUT
Studi penelitian perubahan iklim juga memperingatkan bahwa air pasang tidak dapat dihindari, dengan proyeksi rata-rata kenaikan permukaan laut setinggi 0,23 m hingga 1,15 m pada tahun 2100 nanti.
Para ahli menyebutkan bahwa air laut dapat merambah ke dataran rendah dan daerah pesisir seperti East Coast Park, Marina Bay, dan Sentosa.
Pantai akan semakin mengecil dan flora dan fauna di daerah dataran rendah bisa menghilang. Semua ini bisa mengurangi daya tarik Singapura terhadap wisatawan yang ingin berlibur ke pantai atau ke alam lepas.
"Naiknya permukaan laut akan mengurangi landasan kontinen dan ruang pantai yang tersedia bagi masyarakat. Jika pesona pantai kita tidak lagi menarik, maka wisatawan tidak lagi mendapatkan kepuasan penuh dari tempat itu," kata Profesor Bhati.
"(Kita juga melihat) banyaknya ruang publik berdinding beton, dengan struktur kokoh, daripada pohon atau kanopi."

MUSIM HUJAN DAN ANGIN KENCANG
Hujan dikabarkan akan semakin deras dan kecepatan angin juga semakin kencang. Para ahli berkata bahwa infrastruktur yang perlu diperkuat agar dapat menahan dampak dari perubahan iklim.
"Apa yang terjadi dengan iklim, tidak terjadi dengan sendirinya, itu semua akan berdampak pada kehidupan sehari-hari kita, juga wisatawan yang datang kemari," kata Profesor Bhati.
"Wilayah dengan konsentrasi tempat wisata luar ruangan yang tinggi harus bisa memitigasi dampak dari perubahan suhu, curah hujan dan angin."
Studi menunjukkan bahwa curah hujan di bulan Desember hingga Januari akan mencapai 58 persen, dengan curah hujan harian lebih ekstrim di semua musim tinggi menjelang akhir abad ini.
Kecepatan angin juga diperkirakan akan meningkat hingga 10 persen dan ini dapat menyebabkan kerusakan pada infrastruktur dan pohon tumbang.
"Karena banjir sering dikaitkan dengan perubahan iklim, (banjir) akan menjadi salah satu akibat yang akan kita lihat," kata Kevin Phun, pendiri Centre for Responsible Tourism di Singapura.
Dia menjelaskan bahwa pemerintah aktif melakukan investasi untuk meningkatkan kapasitas infrastruktur yang dapat menampung dan mengalirkan air hujan.
SOLUSINYA ADA DI EKOWISATA
Untuk mengurangi dampak cuaca panas tersebut, tempat-tempat wisata berinisiatif untuk menyediakan tempat teduh untuk para pengunjung.
"Tim perawat satwa (kami) menerapkan solusi yang kreatif supaya satwa-satwa kami tetap sejuk di tengah iklim tropis, yang suhunya terus meningkat. Kami melakukannya dengan memasang sistem penyiram di semua habitat agar satwa-satwa dapat beristirahat dengan sejuk," kata Mandai Wildlife Group, kelompok yang mengelola Singapore Zoo, Bird Paradise, River Wonders dan Night Safari.
Selain pasokan air bersih yang stabil, hewan-hewan juga mendapatkan suguhan es khusus untuk mendinginkan tubuh mereka dan menjadi sumber hiburan di kala musim panas.

Kelompok ini juga tetap menggunakan tutupan kanopi dari pohon yang tinggi di semua atraksi yang mereka kelola, untuk membantu menurunkan suhu lingkungan dan memberikan keteduhan bagi satwa dan manusia.
Menurut para analis, upaya ramah lingkungan seperti ini dapat menjadi solusi yang menarik banyak pengunjung ke Singapura.
Berbagai hotel dan bisnis pariwisata lainnya juga meningkatkan upaya keberlanjutan mereka, seperti menyingkirkan penggunaan barang sekali pakai dan menggunakan teknologi hemat energi.
Phun mengatakan bahwa generasi muda, khususnya Gen Z, lebih berminat melakukan liburan di tempat yang memiliki nilai berkelanjutan. Phun menambahkan bahwa, pengunjung lebih tertarik dengan pariwisata yang peduli akan dampaknya terhadap lingkungan.
Dia menjelaskan bahwa "Ke depannya, kita akan melihat (demografi) wisatawan muda yang – menurut studi terkini – memiliki minat tinggi akan praktik ramah lingkungan. Mereka memiliki pandangan yang berbeda dari orang tuanya ketika berlibur."
Profesor Bhati menambahkan: "Bagi mereka yang mampu menghadapi pemanasan global atau perubahan iklim ini dengan cara yang lebih efektif, mereka akan menjadi pilihan destinasi wisata yang dapat bertahan di masa depan."
Baca artikel ini dalam bahasa Inggris di sini.