Pengamat: Gibran jadi cawapres menguntungkan Prabowo, tapi merugikan demokrasi
Menurut para pengamat, demokrasi Indonesia tercederai dengan dipilihnya putra presiden sebagai cawapres, tidak lama setelah perubahan konstitusi yang kontroversial di menit-menit terakhir.

JAKARTA: Demi mendompleng popularitas Presiden Joko Widodo dan memanfaatkan citra anak muda dari putranya yang berusia 36 tahun, Gibran Rakabuming Raka, untuk memikat para pemilih muda, adalah alasan mengapa Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memilih Gibran sebagai calon wakil presiden yang mendampinginya dalam pemilu mendatang, ujar para pengamat.
Pengamat meyakini, keputusan tersebut semakin membuat Prabowo, 72, yang akan menjadi capres untuk ketiga kalinya, unggul dari dua capres lainnya. Kini dengan keberadaan Gibran, kedua pesaingnya juga harus memikirkan ulang strategi mereka dalam menyongsong pemilu 14 Februari tahun depan.
Namun dalam jangka panjang, pengamat mengatakan bahwa pemilihan Gibran sebagai cawapres - sosok politisi termuda untuk posisi ini yang terpilih setelah melalui putusan kontroversial - memiliki pertaruhan besar yang akan memengaruhi politik Indonesia di masa depan, dan bahkan mencederai demokrasi.
Gibran, yang saat ini menjabat walikota Solo, baru dinyatakan layak maju setelah Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin pekan lalu (16 Okt) menambah persyaratan capres dan cawapres dengan memperbolehkan seseorang di bawah usia minimum 40 tahun untuk mencalonkan diri, asalkan berpengalaman sebagai kepala daerah terpilih.
Pada Minggu malam lalu (22 Okt), Prabowo mengumumkan Gibran sebagai cawapresnya, mengabaikan kemarahan dan protes publik terhadap putusan MK yang hakim ketuanya adalah adik ipar Jokowi.
"Ini adalah pertaruhan bagi Gibran. Jika dia menang, maka karier politiknya jelas akan naik lebih cepat," kata pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Wawan Mas'udi.
"Jika dia kalah, kariernya memang tidak akan berakhir, namun dia akan menghadapi banyak hambatan karena memiliki citra negatif politik-keluarga. Publik secara umum, media massa, organisasi masyarakat sipil, melihatnya sebagai bagian dari upaya Jokowi untuk mempertahankan kekuasaan."
Prabowo, yang telah maju menjadi capres sebanyak tiga kali setelah kalah dari Jokowi pada pemilu 2014 dan 2019, unggul dari dua calon presiden lainnya.
Kandidat lainnya adalah mantan gubernur Jakarta Anies Baswedan, 54, yang berpasangan dengan ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, 57.
Juga mencalonkan diri adalah mantan gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, 54, yang berpasangan dengan Menteri Koordinator bidang politik, hukum dan keamanan Mahfud MD, 66.
Menurut berbagai lembaga survei, Prabowo memimpin dalam jajak pendapat lantaran kedekatannya dengan Presiden Jokowi, 62. Jokowi tidak bisa mencalonkan diri lagi karena konstitusi Indonesia hanya memperbolehkan seseorang berkuasa selama dua periode.
Dalam hasil poling oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) 22 Oktober lalu, Prabowo dan Gibran memimpin 35,9 persen, disusul oleh Ganjar-Mahfud di 26,1 persen. Di posisi ketiga adalah Anies-Muhaimin dengan tingkat popularitas 19,6 persen.
MENGAPA PRABOWO MEMILIH GIBRAN
Di usianya yang ke-72 tahun, Prabowo telah menapaki karier panjang di bidang politik dan militer.
Sementara Gibran baru menjabat walikota Solo sejak Februari 2021, masih sangat hijau di bidang politik.
Sebelumnya, Gibran adalah pengusaha yang mendirikan berbagai perusahaan rintisan (startup) dan aplikasi mobile.
"Prabowo perlu mendapatkan dukungan penuh dari Jokowi untuk bisa menang," kata Wawan.
"Untuk mendapatkannya, cara terbaik adalah dengan mengambil figur yang paling mewakili Jokowi, dalam konteks ini adalah Gibran, terutama karena sekarang dia sudah bisa mencalonkan diri," lanjut dekan fakultas ilmu sosial dan politik UGM ini lagi.
Alasan lainnya Prabowo memilih Gibran, kata para pengamat, adalah karena lebih dari setengah dari 204,8 juta pemilih Indonesia adalah pemuda, berusia antara 17 hingga 42 tahun.
"Sebagai anak muda, Gibran diharapkan bisa mendapatkan dukungan pemilih muda atau pemilih pemula," kata Ujang Komarudin, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia.
"Dan saya kira dia akan mendapatkan perhatian dan dukungan dari anak-anak muda, karena anak muda perlu didekati oleh anak muda juga yang mengerti bahasa mereka."
Prabowo memang memilih Gibran untuk mendapatkan dukungan dari para pengikut Jokowi, dan sang presiden petahana juga memiliki kepentingan yang sama, kata Wawan.
Wawan meyakini, Jokowi ingin melindungi warisannya, dan Prabowo dapat memberikan jaminan bahwa dia akan melanjutkan program-program Jokowi.
"Banyak program strategis nasional yang belum rampung, dan Jokowi perlu jaminan apakah program-program itu bisa diselesaikan, Prabowo bisa memberikan jaminan itu.
"Walau dalam konteks sekarang, keputusan ini tidak sehat dan merusak demokrasi yang kita bangun, karena sebenarnya ada pilihan cawapres lainnya untuk Prabowo," kata Wawan.
Wawan menyinggung beberapa nama yang sebelumnya disebut potensial menjadi cawapres Prabowo, seperti menteri BUMN Erick Thohir dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Menurut LSI, elektabilitas Prabowo akan lebih tinggi jika berpasangan dengan Erick ketimbang Gibran atau Khofifah.
Namun partai politik terbesar kedua Indonesia, Golkar, yang berada satu koalisi dengan partai Prabowo, Gerindra, menolak Erick Thohir menjadi cawapres.
Wawan mengatakan, Gibran adalah satu-satunya orang yang disetujui oleh seluruh parpol di koalisi Gerindra.
Beberapa jam sebelum Prabowo mengumumkan cawapres pada minggu lalu, Jokowi kepada wartawan mengatakan merestui putranya mengikuti pemilu.
"Orang tua tugasnya hanya mendoakan dan merestui," kata Jokowi ketika ditanya apakah dia setuju putranya menjadi cawapres.

PELUANG MENANG PRABOWO
Melihat berbagai faktor di atas, Ujang Komarudin mengatakan Prabowo dan Gibran punya peluang untuk memenangi pemilu.
"Karena suka atau tidak suka, presiden saat ini akan mengupayakan yang terbaik untuk mendukung mereka," kata dia.
Namun Ray Rangkuti, pengamat dari lembaga riset Lingkar Madani, mengatakan belum tentu pasangan Prabowo-Gibran akan menang.
Dia mengatakan bahwa keduanya harus waspada karena berdasarkan hasil riset mereka bersaing ketat dengan pasangan Ganjar dan Mahfud.
"Jangan lupa, banyak orang yang kecewa (atas penunjukan Gibran).
"Ini akan memengaruhi apakah publik akhirnya akan memilih Prabowo atau Ganjar Pranowo. Dan mereka yang kecewa adalah orang-orang berpengaruh seperti pemimpin agama dan akademisi," kata Ray.
Ujang dari Universitas Al Azhar mengatakan sangat mungkin akan ada aksi protes untuk menentang Prabowo dan Gibran.
"Dalam demokrasi, aksi protes itu biasa. Selama dilakukan dengan damai dan tidak menyebarkan fitnah dan adu domba, itu biasa," kata dia.
Dia menekankan bahwa koalisi Prabowo berhak memilih Gibran menyusul putusan MK tentang perubahan syarat peserta pemilu.
Para pengamat masih akan melihat bagaimana strategi kampanye Anies dan Ganjar dalam merespons penunjukan Gibran.
Yang terpenting sekarang bagi capres dan cawapres adalah menyusun strategi mereka dengan jelas, kata Ujang.
Meski setiap suara diperhitungkan, kemungkinan besar semua capres secara khusus akan mengincar suara umat Islam, mengingat Indonesia adalah negara mayoritas-Muslim terbesar dunia dengan 230 juta penduduknya memeluk agama Islam.
Para capres-cawapres kemungkinan juga akan mengincar suara milenial dan Gen Z, yang mencakup sekitar 56 persen dari total pemilih.
PERTARUHAN JANGKA PANJANG
Para pengamat berbeda pendapat soal apakah pemilu tahun depan akan berdampak pada karier politik Gibran.
Ujang meyakini karier Gibran akan meroket, baik menang atau kalah.
"Jika dia menang, kariernya akan meroket, dan dia akan punya karier yang panjang," kata dia. "Tapi jika kalah, dia masih punya waktu. Dalam politik, Anda bisa menang dan kalah berkali-kali, terutama karena usianya masih muda."
Ray dari Lingkar Madani memiliki pandangan berbeda, mengatakan akan terbentuk persepsi negatif pada Gibran yang memutuskan mendampingi Prabowo meskipun dia masih jadi anggota partai berkuasa PDI-P.
Namun bagi Ray, pasangan Prabowo-Gibran memiliki pertaruhan yang lebih besar ketimbang karier politik semata, yaitu membuka jalan bagi dinasti politik baru: dinasti politik Jokowi.
Selain Gibran, putra kedua Jokowi yaitu Kaesang Pangarep, 28, baru-baru ini ditunjuk jadi ketua Partai Solidaritas Indonesia (PSI) kendati dia tidak punya latar belakang politik.
Menantu Jokowi, Bobby Nasution, 32, saat ini menjabat walikota Medan, kota terbesar di Sumatra.
Ray mengatakan bahwa dinasti politik adalah akar dari korupsi yang membuat Indonesia menderita.
"Tidak ada yang bagus tentang hal ini. Ini jelas-jelas kemunduran demokrasi," kata Ray.
Wawan mengatakan drama politik beberapa bulan terakhir soal apakah Prabowo akan memilih putra Jokowi, yang mencapai klimaksnya pada putusan MK pekan lalu, dapat memicu efek berkepanjangan yang timbul akibat persepsi bahwa keputusan-keputusan tersebut bermotifkan politik.
"Ternyata, iya, jelas ada upaya untuk menjadikan Gibran salah satu kontestan dalam pemilu, dan ini menjawab semua pertanyaan publik soal mengapa ada putusan MK tersebut," imbuh dia.
"Ternyata ujungnya sudah jelas: Gibran adalah calon wakil presiden Prabowo."
Baca artikel ini dalam bahasa Inggris di sini.